Museum Balla Lompoa


Museum Balla Lompoa

Museum Balla Lompoa merupakan bentuk rekonstruksi dari Istana Kerajaan Gowa yang didirikan pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-31, tepatnya pada tahun 1936 oleh Raja Gowa ke-35 I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa. Pada tahun 1978-1980, museum ini dipugar. Prof. Haryati Subadio yang ketika itu menjabat Direktur Jenderal Kebudayaan di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, meresmikan museum ini setelah usai pemugaran.

Dalam bahasa Makassar, Balla Lompoa berarti rumah besar atau rumah kebesaran. Arsitektur bangunan museum ini berbentuk rumah khas orang Bugis, yaitu rumah panggung, dengan sebuah tangga setinggi lebih dari dua meter untuk masuk ke ruang teras. Seluruh bangunan terbuat dari kayu ulin atau kayu besi. Bangunan ini berada dalam sebuah komplek seluas satu hektar yang dibatasi oleh pagar tembok yang  tingginya sekitar hampir 5 meter.

Bangunan museum ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu ruang utama seluas  60 x 40 meter dan ruang teras (ruang penerima tamu) seluas 40 x 4,5 meter. Di  dalam ruang utama terdapat tiga bilik, yaitu: bilik sebagai kamar pribadi raja,  bilik tempat penyimpanan benda-benda bersejarah, dan bilik kerajaan. Ketiga  bilik tersebut masing-masing berukuran 6 x 5 meter. Bangunan museum ini juga  dilengkapi dengan banyak jendela (yang merupakan ciri khas rumah Bugis) yang  masing-masing berukuran 0,5 x 0,5 meter.

Museum ini berfungsi sebagai tempat menyimpan koleksi benda-benda sejarah dari Kerajaan Gowa. Benda-benda bersejarah tersebut dipajang berdasarkan fungsi umum setiap ruangan pada bangunan museum. Di bagian depan ruang utama  bangunan, sebuah peta Indonesia  terpajang di sisi kanan dinding. Di ruang utama dipajang silsilah keluarga  Kerajaan Gowa  mulai dari Raja Gowa I, Tomanurunga pada abad ke-13, hingga Raja Gowa terakhir Sultan Moch Abdulkadir Aididdin A. Idjo Karaeng  Lalongan (1947-1957). Di ruangan utama ini, terdapat sebuah singgasana yang di letakkan pada area khusus di tengah-tengah ruangan. Beberapa alat perang, seperti tombak dan meriam kuno, serta sebuah payung lalong sipue (payung yang dipakai raja ketika pelantikan) juga terpajang di ruangan ini.

Di museum ini terdapat sekitar 140 koleksi benda-benda kerajaan yang bernilai tinggi, seperti mahkota, gelang, kancing, kalung, keris dan benda-benda lain yang umumnya terbuat dari emas murni dan dihiasi berlian, batu ruby, dan permata. Di antara koleksi tersebut,  rata-rata memiliki bobot 700 gram, bahkan ada yang sampai atau lebih dari 1  kilogram. Di ruang pribadi raja, terdapat sebuah mahkota raja yang berbentuk  kerucut bunga teratai (lima  helai kelopak daun) memiliki bobot 1.768 gram yang bertabur 250 permata  berlian. Di museum ini juga terdapat sebuah tatarapang, yaitu keris emas  seberat 986,5 gram, dengan pajang 51 cm dan lebar 13 cm, yang merupakan hadiah  dari Kerajaan Demak. Selain perhiasan-perhiasan berharga tersebut, masih ada koleksi benda-benda bersejarah lainnya, seperti: 10 buah tombak, 7 buah naskah  lontara, dan 2 buah kitab Al Quran yang ditulis tangan pada tahun 1848.

Selain benda-benda pusaka tersebut, juga ada beberapa benda impor yang tersimpan  di Museum Balla Lompoa, seperti: kalung dari Kerajaan Zulu,  Filipina, pada abad XVI; tiga tombak emas; parang panjang (berang manurung);  penning emas murni pemberian Kerajaan Inggris pada tahun 1814 M.; dan medali  emas pemberian Belanda.

Subscribe to receive free email updates: